---Teman Baru---



Si Merah-pun menepi, memakir cantik dirinya di sebuah kedai kopi “Marawa Coffe and Shop”. Empat bulan lalu aku melihat kedai kopi ini, suasana rindang. Ada perpustakaan kecil, barber shop dan clothing line dilantai satunya. Kedai kopi dan panggung musik sederhana dilantai duanya. Namanya cukup minang sekali, aku mengira ini memang yang punya orang minang. Tapi rasa penasarannku hanya terhenti disana. Empat bulan sudah aku sering bolak balik kesini, ke Marawa ini. Sekedar mengingat rasa kopi asal Sumatera Barat, biar lidahku tidak kelu akan rasa kampung halaman yang sudah tak pernah aku kunjungi.

Karyawan Marawa sudah tau, aku salah satu pelanggan setianya disiang hari. Marawa akan selalu ramai dikala malam menjemput, apalagi akhir pekan. Coffe shop yang komplit ini begitu ramai malam karna ada live musiknya atau sesi diskusi isu-isu tertentu dimalam kamisnya. Tapi malamku tak pernah disini, aku menepi dikamar yang sepi hingga terlelap dipagi hari. Aku belum cukup bisa membuka diri, dan tidak ada-pula teman yang menemani. Apa asyiknya nongkrong dimalam hari tanpa teman, ya gak?

Seorang pemuda menghampiri meja dimana empat bulan sudah aku tempati, tidak pernah berubah. Dan dengan pemuda inilah, satu-satunya aku mulai bersuara di Yogyakarta, setelah empat bulan tak ada yang mengajakku berbicara di Marawa ini.

“maaf mbak, boleh menemani duduk ngopinya” sapa Denis dengan logat jawanya. Yang membuatku hanya bisa senyum dan menjawab. “oh, silahkan mas”. Meski sedikit binggung, banyak meja kosong tapi mengapa dia menghampiriku. “Saya denis mbak, barista disini. Itu kopi mbak saya yang bikin”, lanjutnya seraya mengambi posisi didepan saya. “oh, terimakasih mas. Kopinya enak”, jawabku. Dan aku-pun tau maksud dan tujuannya menghampiriku. Obrolan ini masih kaku, aku bukan orang bisa cepat akrap. Masih ingat dikepala, kala adik-adik junior kampus atau di kantor dulu bilang aku orang yang jutek saat pertama kenal.

“Udah 3 bulan, saya perhatikan mbak selalu datang selasa dan kamis. Duduknya juga selalu disini, kuliah dimana mbak”, enak caranya Denis menyapaku. Dia ternyata memperhatikan aku selama ini. “saya kuliah disana mas, jadi pulang dari kampus saya singgah sebelum kembali ke rumah”, sembari saya menunjuk arah Gajah Mada itu. “oh, kuliahnya berarti selasa sama kamis doang berarti ya mbak”, lanjutnya penasaran. Ya, memang aku hanya ke kampus selasa dan kamis, jadwal diskusi dengan promotor ataupun peneliti lainnya, para sahabat kampus. Aku banyak menghabiskan jumat sampai senin diluar kota, beberapa daerah pinggiran kota Yogyakarta.

Denis ternyata bukan orang Yogyakarta, dia orang malang yang kebetulan telah menyelesaikan Sarjananya di Universitas Negeri Yogyakarta. Unik, dia kuliah dijurusan sastra tapi kemudian bekerja sebagai barista. Dia banyak bercerita, aku hanya ingin jadi pendengarnya. Lelaki yang lucu, dia jauh lebih muda dariku. “cara menyeduh kopi itu adalah sastra, mbak. Itu seni menikmati kopi, setiap bijinya menghasilkan aroma yang berbeda”, penjelasan Denis panjang lebar. Dia pun menunjuk kedalam coffe shop, dimana disana ada sertifikat baristanya. Sayang, denis belum punya coffe shop sendiri. Lelaki yang bersemangat.

Sore itu, aku cukup terhibur dengan kelakar dan gaya bahasa Denis yang medok, khas jawa. Lelaki yang periang, dan penuh harapan. Denis, teman baruku disini. Aku sedikit senang, masih ada yang memperhatikanku, setidaknya selasa dan kamis. Teman baru itu ada dan menemani, entah ini hanya perasaaan ku saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prolog

---Kejadian---